Minggu, 13 Januari 2013


BAB II
PROGRAM KESEHATAN KELUARGA

2.1 Program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga

Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup perempuan dan keluarga, pendekatan siklus hidup menjadi penting. Hal ini merupakan bagian dari peranan Kesehatan Reproduksi. Kesehatan Reproduksi telah  mendapat perhatian khusus secara global sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan ( ICPD ) di Kairo, Mesir pada tahun 1994. Salah satu hasilnya adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang menekankan pentingnya peningkatan kesehatan reproduksi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan sepanjang siklus hidup dengan pemenuhan hak reproduksinya.
Sebagai tindak lanjut dari ICPD, Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa Kesehatan Reproduksi mencakup lima komponen/program terkait ( Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif ), yaitu :
1.   Program Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak
2.   Keluarga Berencana
3.   Program Kesehatan Reproduksi Remaja
4.   Program Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual termasuk HIV / AIDS.
5.   Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut.

Kesehatan Ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Apabila Ibu sehat  maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang akan menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan bahagia.
Untuk mewujudkan itu semua, seluruh pemangku kepentingan dalam program kesehatan reproduksi di Indonesia ( pemerintah pusat maupun daerah, LSM, dunia usaha, organisasi profesi, donor agency ) hendaknya meningkatkan aktifitasnya dalam mendukung pencapaian kualitas hidup ibu yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas hidup keluarga.
Sebagai tolok ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu ( AKI ) dan Angka Kematian Balita ( AKB ) di wilayah tersebut. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248 / 100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDG 2015 (102 / 100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut. Tetapi, apabila kita melihat AKI berdasarkan data yang dikirimkan oleh  Puskesmas maka target MDG’s tersebut sedikit lagi akan tercapai. Berdasarkan laporan dari Puskesmas pada tahun 2005 diperoleh AKI sebesar 151, pada tahun 2006 sebesar 127 dan pada tahun 2007 sebesar 119 / 100.000 KH. Kalau kita lihat data AKI dari lapangan menunjukkan adanya penurunan yang sangat bermakna. 

Sementara untuk AKB, berdasarkan perhitungan dari BPS, pada tahun 2007 diperoleh AKB sebesar 26,9 / 1000 KH ( 2007 ). Angka ini sudah jauh menurun dibandingkan tahun 2002 - 2003 sebesar 35 / 1000 KH dan upayanya akan lebih ringan bila dibandingkan dengan upaya pencapaian target MDG’s untuk penurunan AKI. Adapun target AKB pada MDG’s 2015  sebesar 17 / 1000 KH. Apabila kita melihat data tahun 2007 dari laporan Puskesmas, diperoleh AKB sebesar 9,1 / 1000 KH. Angka ini sudah jauh menurun dan melampaui target MDG’s.
Trend penurunan AKI dan AKB tersebut menunjukkan keberhasilan dari jerih payah Indonesia dalam mencapai target MDG’s. Namun angka – angka tersebut khususnya AKI masih tinggi di antara negara ASEAN di luar Laos dan Kamboja. Untuk itu berbagai kegiatan dan praktik terbaik telah dilaksanakan dan dikembangkan termasuk  program Keluarga Berencana ( KB ).

Program Keluarga Berencana ( KB ) di Indonesia termasuk yang dianggap berhasil di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap penurunan pertumbuhan penduduk, sebagai akibat dari penurunan angka kesuburan total ( total fertility rate, TFR ). Menurut SDKI, TFR pada kurun waktu 1967 - 1970 menurun dari 5,6 menjadi hampir setengahnya dalam 30 tahun, yaitu 2,6 pada periode 1997 - 2002. Demikian juga pencapaian cakupan pelayanan KB ( contraceptive prevalence rate, CPR ) dengan berbagai metode meningkat menjadi 60,3% pada tahun 2002 - 2003.
Walaupun data SDKI 2002-2003 menunjukkan keberhasilan program KB, dari sumber data yang sama terungkap bahwa perempuan berstatus kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi ( unmet need ) masih cukup tinggi yaitu 8,6%. Penyebab masih tingginya angka ini, antara lain kualitas informasi dan pelayanan KB, serta missed opportunity pelayanan KB pada pasca-persalinan. Proporsi drop-out akseptor KB             ( discontinuation rat ) adalah 20,7%.  Hal ini menunjukkan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang perlu dihindari dan kesadaran berKB pada pasangan yang paling membutuhkan belum cukup mantap.

Sejak tahun 2000 Departemen Kesehatan telah menerapkan  MPS ( Making Pregnancy Safer ) untuk percepatan penurunan AKI dengan tiga pesan kuncinya yaitu : 1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terampil; 2) Setiap komplikasi kehamilan dan persalinan mendapat penanganan yang adekuat; 3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi yang adekuat. Pesan kunci tersebut dilaksanakan melalui 4 strategi dan sudah sejalan dengan  Visi Departemen Kesehatan yaitu; Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat  dan Misinya  yaitu Membuat rakyat sehat. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut  dilaksanakan melalui 4 strategi yaitu :                     1) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat;                          2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas;                     3) Meningkatkan sistem surveilance, monitoring dan informasi kesehatan;                   4)   Meningkatkan pembiayaan kesehatan.

Dalam mengimplementasikan strategi tersebut kami sampaikan kebijakan pelaksanaan program penurunan AKI – AKB 2008 difokuskan pada Pelaksanaan 1) Program  Perencanaan Persalinan dan Persiapan Komplikasi ( P4K ) dengan Stiker di seluruh wilayah Puskesmas; 2) Kemitraan Bidan dan Dukun; 3) PONED / PONEK; 4) UTD di daerah; 5) Pelayanan KB berkualitas serta; 6) Pemenuhan SDM kesehatan.

            Program  Perencanaan Persalinan dan Persiapan Komplikasi ( P4K ) dengan stiker adalah kegiatan yang membangun potensi suami, keluarga dan masyarakat, khususnya untuk persiapan dan tindakan yang dapat menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir dengan menanggulangi penyebab kematian utama, yaitu :
·               Pertama, mengenal dan mendata kehamilan yang ada di desa, serta memberikan stiker agar tiap ibu hamil menggunakan jasa bidan.
·               Kedua, membentuk kelompok penyedia donor darah agar ada ketersediaan darah yang dapat digunakan sewaktu-waktu.
·               Ketiga, merencanakan dan menyiapkan sistem angkutan desa untuk menangani kasus darurat pada saat persalinan bila diperlukan.
·               Dan keempat, merencanakan pengumpulan dana dan menginformasikan ketersediaan bantuan Askeskin bagi yang membutuhkan.
Kegiatan ini telah dilaksanakan secara nasional mulai tahun 2007. Untuk ini pun diharapkan dukungan dari semua stake holder terkait.

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat khususnya Ibu dan anak, juga telah dikembangkan dan diimplementasikan penggunaan buku KIA. Buku KIA dapat dibaca oleh ibu, suami dan anggota keluarga lainnya karena berisi informasi yang sangat berguna bagi kesehatan ibu dan anak balita. Buku KIA juga memuat informasi tanda – tanda bahaya pada kehamilan dan masalah kesehatan ibu dan anak yang dapat membahayakan kesehatan, diharapkan ibu tidak malu dan ragu untuk bertanya kepada petugas apabila ditemukan hal yang tidak sesuai dengan informasi.
Saat ini penggunaan buku KIA sebagian besar masih di tingkat puskesmas dan jaringannya, masih sedikit digunakan di rumah sakit dan kalangan profesi. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini saya  juga menghimbau agar profesi dapat menggunakan buku KIA, hal ini merupakan salah satu peran obstetri dan ginekologi dalam meningkatakan  Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga.

Untuk itu, diharapkan tenaga kesehatan mampu memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pelaksanaan Percepatan Penurunan AKI dan AKB di daerah kerjanya melalui :
-           Pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas di institusi kesehatan
-           Pembinaan pelayanan kesehatan Reproduksi kepada tenaga kesehatan  antara lain terlibat aktif dalam pelaksanaan, pemantauan dan Rencana tindak lanjut AMP serta memantapkan sistem rujukan di wilayah kerjanya
-           Peningkatan peran serta dalam tim perencanaan berbasis data ( DTPS – MPS / District Team Problem Solving Making Pregnancy Safer ) serta advokasi kepada pengambil kebijakan  ( MenKes RI )

Area Kerja :
2.2.1 Program Kesehatan Anak dan Remaja 1
Pokok Persoalan dan Tantangan :
Di Indonesia, kesehatan dan jasa-jasa lainnya secara umum semakin lama mulai menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan permintaan dari kebanyakan remaja. Sejumlah projek dan program yang didukung oleh pemerintah dengan atau tanpa bantuan donatur telah ada selama beberapa waktu, namun kebanyakan dari mereka hanya berfokus pada sejumlah isu-isu yang terbatas saja yang berhubungan dengan remaja dan tidak pada kebutuhan mereka secara keseluruhan. Fokus projek untuk tahun 2004 - 2005 adalah untuk mendukung pengembangan lebih lanjut dari rencana pembangunan remaja nasional dan daerah dan pelaksanaannya, termasuk kebutuhan koordinasi antara para mitra, akses dan mutu dari jasa kesehatan yang ramah remaja dalam konteks pendekatan yang lebih "ramah publik" dan akses bagi remaja ke informasi yang dapat diandalkan dan relevan yang mana remaja dapat mendasarkan keputusannya.
Sasaran :
Menyusun pedoman perencanaan dan teknis, terutama bagi tingkat daerah, untuk memperbaiki kesehatan remaja berdasarkan Rencana Kesehatan Remaja Nasional.
2.2.2 Program Kesehatan Anak dan Remaja 2

Pokok Persoalan dan Tantangan :
Indonesia masih memiliki angka kematian bayi dan balita yang cukup tinggi dengan angka yang sangat tinggi di sejumlah daerah. Masalah ditemukan dalam periode neonatal dan dampak dari penyakit menular, terutama pneumonia, malaria dan diare, ditambah dengan masalah gizi mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak. Perawatan Penyakit Anak yang Terpadu ( IMCI ), yang diperkenalkan oleh WHO di tahun 1995, sedang diadopsi dan digunakan oleh banyak daerah dan propinsi. Kebanyakan pedoman teknis yang dibutuhkan untuk IMCI termasuk pedoman perencanaan, sedang dikembangkan dan digunakan meskipun sebagian perlu diperbaiki terutama yang berhubungan dengan kesehatan anak baru lahir.
Diperlukan penggabungan dari pendekatan IMCI kini yang terbatas dengan kebutuhan keseluruhan dari semua anak-anak ( sakit dan sehat ). Diperlukan juga untuk mencari cara-cara untuk mengurangi angka kematian bayi dan anak nasional dengan menargetkan daerah-daerah dimana angka ini paling tinggi dan dengan menargetkan kematian bayi bersama dengan program kesehatan lainnya seperti kesehatan ibu.
Fokus dari rencana kerja tahun 2004 - 2005 akan menjadi tantangan untuk mengembangkan strategi daerah keseluruhan untuk kesehatan anak sesuai dengan kebijakan kesehatan anak nasional. Pelaksanaan dari intervensi kesehatan anak yang luas dan terpadu, perbaikan alat-alat yang ada dan pengembangan alat-alat untuk membantu mengubah fokus pada anak yang sakit ke kesehatan keseluruhan dari anak.
Ini akan dicapai dengan mengikuti dasar - dasar dari pendekatan IMCI ( peranan dari tingkat keluarga / masyarakat, meningkatkan ketrampilan pekerja kesehatan dan sistem kesehatan yang dibutuhkan untuk kesehatan anak ) termasuk isu penting akan gizi, terutama pemberian ASI, sampai dengan pasal-pasal yang relevan dari Convention of Rights of the Child ( CRC / Konvensi Hak-Hak Anak ). Selain itu, projek ini juga akan berupaya untuk memetakan dan membantu daerah-daerah dimana intervensi kesehatan anak memiliki dampak yang paling besar pada kematian anak.
Sasaran :
Pendekatan yang lebih luas terhadap kesehatan anak sesuai dengan CRC, terutama pada tingkat daerah, termasuk ketiga komponen dari IMCI, periode neonatal dan isu-isu gizi seperti pemberian ASI. Sasaran ini, meskipun dibawah Sasaran Global Kesehatan Anak dan Remaja juga akan berkontribusi secara besar pada Sasaran Global Kesehatan Anak dan Remaja ( CRC ), (kesehatan bayi) dan NUT ( kurang gizi / gizi).
2.2.3 Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Reproduksi

Pokok Persoalan dan Tantangan :

WHO memperkirakan kesehatan reproduksi yang buruk berjumlah 33% dari jumlah total beban penyakit pada wanita dibandingkan dengan 12,3% pada pria pada usia yang sama. Setiap tahunnya sekitar 4.500.000 wanita melahirkan di Indonesia dan sekitar 15.000 mengalami komplikasi yang menyebabkan kematian. Jumlah kematian bayi dapat diperkirakan sekitar 120.000. Dari riset yang berbeda - beda dilaporkan bahwa kurang gizi dan anemia, fertilitas dan kehamilan remaja dengan risiko-risiko yang berhubungan, meningkatnya insiden penyakit yang menular melalui hubungan seks dan HIV / AIDS, malaria dalam kehamilan dan komplikasi aborsi adalah isu-isu yang patut dipelajari lebih lanjut untuk lebih dimengerti implikasinya dan kontribusinya terhadap tingginya AKI dan AKB di Indonesia.
Di beberapa propinsi ( seperti Maluku Utara, Timor Barat, Sumatera Barat ), insiden malaria dalam kehamilan dan malaria bawaan sangat tinggi dan ada kebutuhan yang mendesak untuk menyuarakan kebijakan dan rencana pembangunan.
Dengan jumlah tinggi SB yang dilaporkan di beberapa propinsi seperti di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Timur maka harus diketahui informasi lebih banyak lagi tentang kemungkinan penyebab IUD, syphilis adalah salah satunya dan kebijakan yang berhubungan dengan penyakit yang menular melalui hubungan seks / HIV harus menjadi langkah berikutnya.
Rendahnya angka kelahiran yang dibantu oleh personel yang terampil adalah salah satu tantangan dari sistem pelayanan ibu dan bayi yang telah meletakkan ribuan bidan di desa-desa di Indonesia. Untuk mengerti apa yang menghalangi wanita dari jangkauan personel yang terampil memerlukan penyelidikan yang tepat agar dapat menyelesaikan masalah dari akarnya.
Langkah pertama untuk mencapai keikutsertaan politik adalah untuk meyakinkan para pembuat kebijakan dengan data yang jelas bahwa tindakan yang tepat harus diambil.
Sasaran :
Dukungan teknis yang disediakan untuk DepKes untuk pengembangan kebijakan dan rencana untuk mencegah malaria dalam kehamilan dan malaria bawaan, penularan vertikal HIV dan syphilis dalam kehamilan dan untuk membentuk beberapa riset prioritas dalam wilayah MPS dan dalam menerapkan standar yang berdasarkan bukti dan kebijakan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi.
2.2.4 Program Peningkatan Kehamilan Yang Lebih Sehat
Pokok Persoalan dan Tantangan:
Peningkatan kesehatan ibu dan bayi di Indonesia adalah salah satu komitmen DepKes melalui penerapan Rencana Pengurangan Angka Kematian dan Kesakitan Ibu dan Bayi. Setelah Indonesia telah membuat investasi yang penting dalam pembangunan prasarana yang mendasar dan sumber daya manusia untuk penghantaran Pelayanan Kesehatan Utama, indikator-indikatornya belum memperlihatkan hasil positif yang diharapkan. Meskipun adanya kemajuan di antara indikator-indikator sosial ekonomi, Angka Kematian Ibu dan Bayi masih tinggi dengan perkiraan sekitar 334 kematian per 100.000 kelahiran yang hidup - Metode Sisterhood 1997 dan Angka Kematian Bayi adalah 25 / 1000.
Indikator yang menunjukkan masalah yang harus dihadapi: meskipun kunjungan antenatal yang pertama menjangkau 90% dari ibu hamil, hanya 60% kelahiran dilakukan oleh personel yang terampil. Hingga kini, penerimaan, akses dan penggunaan perawatan darurat yang dasar dan lengkap bergantung pada jangkauan ekonomi, perilaku, sosial, budaya dan kemampuan dan pengetahuan dari wanita dan pria untuk memutuskan jika dan dimana untuk mencari pelayanan. Penyebab ini dapat berasal dari berbagai batasan finansiil sampai dengan kurangnya kepastian dalam pelayanan yang memperlihatkan kebutuhan akan perbaikan yang besar karena referensi waktu dalam situasi darurat masih menjadi isu di banyak daerah, perawatan perinatal tidak menanggapi persyaratan kualitas dan masih rendahnya pengertian akan pentingnya persiapan kelahiran: situasi yang meningkatkan risiko yang berhubungan dengan kematian dan kesakitan ibu dan perinatal.
Pengalaman dari kemungkinan dan kesinambungan dari pengawasan yang teratur, bertumbuh dan mendukung dan sampai tingkat pelayanan yang berbeda-beda telah memperlihatkan penerapan yang sulit dan dengan hasil yang buruk, atau tidak ada hasilnya. Pengawasan adalah kegiatan yang mahal, ini memerlukan orang-orang yang terlatih dengan baik dan penuh pengabdian, ini harus bersifat teratur, ini harus memberikan tanggapan, ini harus menghasilkan sesuatu dan tindakan yang diharapkan untuk diambil oleh kedua belah pihak pengawas dan diawasi. Pendekatan-pendekatan yang berbeda telah dicoba untuk memperbaiki pengelolaan dan kualitas perawatan klinis; salah satunya menekankan kapasitas dari personel kesehatan untuk belajar dari kesalahan dan keterbatasannya. Dengan menggunakan pengalaman yang diperoleh dari negara-negara lain dan untuk meningkatkan pengertian setempat dan penggunaan yang tepat dari audit AKI dan AKB ada kebutuhan untuk tindak lanjut yang lebih baik dari penggunaannya. Penerapannya yang tepat adalah langkah pertama bagi staf kesehatan untuk menjadi aktor dan bertanggung jawab dari perbaikannya sendiri dan untuk menyokong dan memberikan anjuran ke pengelola untuk perubahan-perubahan yang akan memperbaiki pelayanan ke klien.
Konsep perbaikan yang sama dari pelayanan melalui pengawasan dan evaluasi diri sendiri dan tim tetap berada di belakang pendukung dari penyelenggaraan "Sistem Kinerja Klinis dan Pengelolaan", sebagai alat yang perlu diperbaiki dan ditetapkan kembali jika ingin diperkenalkan ke dalam skala yang lebih besar di propinsi dan daerah yang lain dan dalam pelatihan pra-pelayanan.
Kebijakan Nasional menyatakan bahwa: semua kelahiran harus dibantu oleh staf kesehatan yang terlatih. Sedangkan selama periode transisi kemitraan antara TBA dan bidan desa sangat dianjurkan. Setelah dikeluarkannya Permenkes no. 900 otoritas hukum dari seorang bidan dalam membantu kelahiran yang komplikasi menjadi lebih luas dan untuk tahun 2010 semua bidan desa harus dilengkapi dan dilatih untuk membantu kelahiran yang komplikasi dan harus mampu untuk melakukan resusitasi dan merawat bayi yang baru lahir dengan tepat. Banyaknya seminar dalam pelayanan yang diselenggarakan dan yang sedang berjalan di dalam negeri nampaknya tidak ada dampak pada kualitas perawatan obstetrik sampai kini dan pastinya tidak memperlihatkan kontribusi menuju penurunan AKI dan AKB. Untuk berkontribusi secara bermakna dalam perbaikan kualitas pelayanan yang berkelanjutan dan berkesinambungan, suatu keputusan yang penting harus dibuat: intervensi yang jangka panjang, permanen dan terkoordinasi harus diprioritaskan untuk mencapai perbaikan yang lebih baik dan tahan lama di dalam kualitas pelayanan yang ditawarkan kepada ibu hamil dan bayi mereka. Keputusan ini tidak menjadi mudah karena beberapa alasan, namun perbaikan dari pelatihan pra-pelayanan telah memperlihatkan di banyak negara untuk menjadi opsi yang benar. Suatu pelatihan pra-pelayanan yang baik kualitasnya dapat diperoleh hanya dengan mengikuti langkah-langkah yang tepat yang dimulai dengan pengembangan koordinasi yang dekat di antara departemen-departemen yang berbeda yang bertanggung jawab akan pendidikan staf Kesehatan Ibu dan Anak.
Hasil yang positif akan keluar dari intervensi yang berbeda-beda, kurikulum yang diperbaharui dan disusun untuk memenuhi kebutuhan negeri, deontologis yang serius, pelatihan teori dan praktik bagi guru-guru bidan, pelatihan teori dan praktik bagi murid-murid jurusan kebidanan, kriteria pemilihan yang seleksi untuk diterima di Sekolah. Sekolah Kebidanan harus memiliki standar kelembagaan sekolah, tempat pelatihan harus menjadi tempat dimana beban pekerjaan cukup dan perawatan dengan kualitas terbaik dapat diperlihatkan dan diajarkan. Tanggung jawab dari para pembuat kebijakan dan para ahli teknis adalah besar, yaitu mengambil keputusan yang benar adalah tantangan yang besar dan karena model standar harus disusun kembali, beberapa lembaga pemerintah harus didukung untuk memulai dan menerapkan model tersebut di dalam kurun waktu dua tahun yang akan datang. Sekolah Kebidanan yang sekarang ada berjumlah 117 ( 46 milik DepKes, 58 swasta, 12 milik pemerintah setempat, 1 milik Angkatan Darat ) adalah tugas besar yang harus diperhatikan dan diawasi kualitasnya dengan tepat, pastinya dengan sekolah baru yang harus diakreditasi, dengan ini intervensi suara dalam bidang ini adalah harus.
Sasaran:
Membantu DepKes untuk menyediakan dan untuk memperkuat kapasitas kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi di tingkat pusat, propinsi dan daerah, dalam pendidikan kebidanan pra-pelayanan dan memperkuat koordinasi di dalam organisasi professional DepKes dan mitranya untuk perencanaan MPS, menerapkan pengawasan dan evaluasi.
2.2.5 Program HIV/AIDS
Pokok Persoalan dan Tantangan:
Seperti yang telah diidentifikasikan di dalam kerangka kerja strategis WHO SEAR, meskipun dengan upaya-upaya yang sedang berjalan, ini masih mengalami banyak tantangan. Ini termasuk, disamping yang lainnya, meningkatnya intervensi pencegahan yang berhasil, meningkatkan kesadaran akan HIV/AIDS dalam masyarakat, mengatasi beberapa rintangan terbesar yang menghalangi tanggapan yang efektif seperti penyangkalan, menyalahkan, kepuasan dan aib, dan menyediakan jasa konseling dan tes dengan sukarela, dan juga perawatan dan bantuan bagi mereka yang sudah terinfeksi.
Sasaran:
  • Menyediakan dukungan teknis untuk pencegahan penularan secara seksual dari HIV dengan meningkatkan pencegahan dan perawatan dari penyakit yang menular melalui hubungan seksual.
  • Menyediakan dukungan teknis untuk pencegahan penularan HIV melalui darah dengan mencegah HIV di antara para pengguna jarum suntik narkoba; dan menjamin praktik penyuntikan yang aman di lingkungan pelayanan kesehatan       ( termasuk perlindungan bagi pekerja kesehatan ).
Menyediakan dukungan teknis untuk memperkuat perawatan dan bantuan yang lengkap termasuk VCT ; perawatan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan HIV / AIDS ; dan memperbaiki akses terhadap ART. ( World Health Organization )

  
DAFTRA PUSTAKA

  1. http://www.depkesri.go.id/programkerja/kesehatankeluargadanmasyarakat/2008
  2. http://www.worldhealthorganization.com/indonesianhealthprogram/2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar