BAB II
PROGRAM
KESEHATAN KELUARGA
2.1 Program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga
Dalam upaya meningkatkan
kualitas hidup perempuan dan keluarga, pendekatan siklus hidup menjadi penting.
Hal ini merupakan bagian dari peranan Kesehatan Reproduksi. Kesehatan
Reproduksi telah mendapat perhatian
khusus secara global sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan
Pembangunan ( ICPD ) di Kairo, Mesir pada tahun 1994. Salah satu hasilnya
adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan
dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas
menjadi pendekatan yang menekankan pentingnya peningkatan kesehatan reproduksi
setiap individu baik laki-laki maupun perempuan sepanjang siklus hidup dengan
pemenuhan hak reproduksinya.
Sebagai tindak lanjut dari
ICPD, Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa Kesehatan
Reproduksi mencakup lima komponen/program terkait ( Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Komprehensif ), yaitu :
1. Program Kesehatan Ibu, Bayi
Baru Lahir dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Program Kesehatan
Reproduksi Remaja
4. Program Pencegahan dan Penanganan
Penyakit Menular Seksual termasuk HIV / AIDS.
5. Program Kesehatan
Reproduksi pada Usia Lanjut.
Kesehatan Ibu merupakan
komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh komponen
yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Apabila Ibu sehat maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang
akan menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan
bahagia.
Untuk mewujudkan itu semua,
seluruh pemangku kepentingan dalam program kesehatan reproduksi di Indonesia ( pemerintah
pusat maupun daerah, LSM, dunia usaha, organisasi profesi, donor agency )
hendaknya meningkatkan aktifitasnya dalam mendukung pencapaian kualitas hidup
ibu yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas hidup keluarga.
Sebagai tolok ukur
keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator terpenting untuk menilai
kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan
melihat Angka Kematian Ibu ( AKI ) dan Angka Kematian Balita ( AKB ) di wilayah
tersebut. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun
2007 sebesar 248 / 100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar
307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target
MDG 2015 (102 / 100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua
komponen untuk mencapai target tersebut. Tetapi, apabila kita melihat AKI
berdasarkan data yang dikirimkan oleh
Puskesmas maka target MDG’s tersebut sedikit lagi akan tercapai. Berdasarkan
laporan dari Puskesmas pada tahun 2005 diperoleh AKI sebesar 151, pada tahun
2006 sebesar 127 dan pada tahun 2007 sebesar 119 / 100.000 KH. Kalau kita lihat
data AKI dari lapangan menunjukkan adanya penurunan yang sangat bermakna.
Sementara untuk AKB, berdasarkan perhitungan dari
BPS, pada tahun 2007 diperoleh AKB sebesar 26,9 / 1000 KH ( 2007 ). Angka ini
sudah jauh menurun dibandingkan tahun 2002 - 2003 sebesar 35 / 1000 KH dan
upayanya akan lebih ringan bila dibandingkan dengan upaya pencapaian target
MDG’s untuk penurunan AKI. Adapun target AKB pada MDG’s 2015 sebesar 17 / 1000 KH. Apabila kita melihat
data tahun 2007 dari laporan Puskesmas, diperoleh AKB sebesar 9,1 / 1000 KH.
Angka ini sudah jauh menurun dan melampaui target MDG’s.
Trend penurunan AKI dan AKB
tersebut menunjukkan keberhasilan dari jerih payah Indonesia dalam mencapai
target MDG’s. Namun angka – angka tersebut khususnya AKI masih tinggi di antara
negara ASEAN di luar Laos dan Kamboja. Untuk itu berbagai kegiatan dan praktik
terbaik telah dilaksanakan dan dikembangkan termasuk program Keluarga Berencana ( KB ).
Program Keluarga
Berencana ( KB ) di Indonesia termasuk yang dianggap berhasil di tingkat
internasional. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap penurunan
pertumbuhan penduduk, sebagai akibat dari penurunan angka kesuburan total ( total fertility rate, TFR ). Menurut
SDKI, TFR pada kurun waktu 1967 - 1970 menurun dari 5,6 menjadi hampir
setengahnya dalam 30 tahun, yaitu 2,6 pada periode 1997 - 2002. Demikian
juga pencapaian cakupan pelayanan KB ( contraceptive
prevalence rate, CPR ) dengan berbagai metode meningkat menjadi 60,3% pada
tahun 2002 - 2003.
Walaupun data
SDKI 2002-2003 menunjukkan keberhasilan program KB, dari sumber data yang sama
terungkap bahwa perempuan berstatus kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau
ingin menjarangkan kelahiran berikutnya tetapi tidak menggunakan cara
kontrasepsi ( unmet need ) masih
cukup tinggi yaitu 8,6%. Penyebab masih tingginya angka ini, antara lain
kualitas informasi dan pelayanan KB, serta missed
opportunity pelayanan KB pada pasca-persalinan. Proporsi drop-out akseptor KB ( discontinuation rat ) adalah 20,7%.
Hal ini menunjukkan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang
perlu dihindari dan kesadaran berKB pada pasangan yang paling membutuhkan belum
cukup mantap.
Sejak tahun 2000 Departemen
Kesehatan telah menerapkan MPS ( Making
Pregnancy Safer ) untuk percepatan penurunan AKI dengan tiga pesan kuncinya
yaitu : 1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terampil; 2) Setiap
komplikasi kehamilan dan persalinan mendapat penanganan yang adekuat; 3) Setiap
wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi yang adekuat. Pesan kunci tersebut
dilaksanakan melalui 4 strategi dan sudah sejalan dengan Visi
Departemen Kesehatan yaitu; Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat dan Misinya
yaitu Membuat rakyat sehat. Untuk mewujudkan visi dan misi
tersebut dilaksanakan melalui 4 strategi yaitu : 1) Menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat; 2) Meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas; 3) Meningkatkan sistem
surveilance, monitoring dan informasi kesehatan; 4) Meningkatkan
pembiayaan kesehatan.
Dalam mengimplementasikan strategi tersebut kami
sampaikan kebijakan pelaksanaan program penurunan AKI – AKB 2008 difokuskan
pada Pelaksanaan 1) Program Perencanaan Persalinan dan Persiapan
Komplikasi ( P4K ) dengan Stiker
di seluruh wilayah Puskesmas; 2) Kemitraan Bidan dan Dukun; 3) PONED / PONEK;
4) UTD di daerah; 5) Pelayanan KB berkualitas serta; 6) Pemenuhan SDM
kesehatan.
Program Perencanaan Persalinan dan Persiapan
Komplikasi ( P4K ) dengan stiker adalah kegiatan yang membangun potensi suami, keluarga dan
masyarakat, khususnya untuk persiapan dan tindakan yang dapat menyelamatkan ibu
dan bayi baru lahir dengan menanggulangi penyebab kematian utama, yaitu :
·
Pertama,
mengenal dan mendata kehamilan yang ada di desa, serta memberikan stiker agar
tiap ibu hamil menggunakan jasa bidan.
·
Kedua,
membentuk kelompok penyedia donor darah agar ada ketersediaan darah yang dapat
digunakan sewaktu-waktu.
·
Ketiga,
merencanakan dan menyiapkan sistem angkutan desa untuk menangani kasus darurat
pada saat persalinan bila diperlukan.
·
Dan
keempat, merencanakan pengumpulan dana dan menginformasikan ketersediaan
bantuan Askeskin bagi yang membutuhkan.
Kegiatan ini telah dilaksanakan secara nasional mulai
tahun 2007. Untuk ini pun diharapkan dukungan dari semua stake holder terkait.
Dalam konteks pemberdayaan masyarakat khususnya Ibu dan
anak, juga telah dikembangkan dan diimplementasikan penggunaan buku KIA. Buku
KIA dapat dibaca oleh ibu, suami dan anggota keluarga lainnya karena berisi
informasi yang sangat berguna bagi kesehatan ibu dan anak balita. Buku KIA juga
memuat informasi tanda – tanda bahaya pada kehamilan dan masalah kesehatan ibu
dan anak yang dapat membahayakan kesehatan, diharapkan ibu tidak malu dan ragu
untuk bertanya kepada petugas apabila ditemukan hal yang tidak sesuai dengan
informasi.
Saat ini penggunaan buku KIA sebagian besar masih di
tingkat puskesmas dan jaringannya, masih sedikit digunakan di rumah sakit dan
kalangan profesi. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini saya juga menghimbau agar profesi dapat
menggunakan buku KIA, hal ini merupakan salah satu peran obstetri dan
ginekologi dalam meningkatakan Kualitas
Hidup Perempuan dan Keluarga.
Untuk itu, diharapkan tenaga kesehatan mampu memberikan
kontribusi dalam perencanaan dan pelaksanaan Percepatan Penurunan AKI dan AKB
di daerah kerjanya melalui :
-
Pelayanan
kesehatan reproduksi yang berkualitas di institusi kesehatan
-
Pembinaan
pelayanan kesehatan Reproduksi kepada tenaga kesehatan antara lain terlibat aktif dalam pelaksanaan,
pemantauan dan Rencana tindak lanjut AMP serta memantapkan sistem rujukan di
wilayah kerjanya
-
Peningkatan
peran serta dalam tim perencanaan berbasis data ( DTPS – MPS / District Team Problem Solving – Making Pregnancy Safer ) serta advokasi
kepada pengambil kebijakan ( MenKes RI
)
Area
Kerja :
- Program Kesehatan Anak dan Remaja 1
- Program Kesehatan Anak dan Remaja 2
- Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Reproduksi
- Program Peningkatan Kehamilan yang Lebih Sehat
- Program HIV / AIDS
2.2.1 Program
Kesehatan Anak dan Remaja 1
Pokok
Persoalan dan Tantangan :
Di Indonesia, kesehatan dan jasa-jasa lainnya secara umum semakin
lama mulai menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan permintaan dari kebanyakan
remaja. Sejumlah projek dan program yang didukung oleh pemerintah dengan atau
tanpa bantuan donatur telah ada selama beberapa waktu, namun kebanyakan dari
mereka hanya berfokus pada sejumlah isu-isu yang terbatas saja yang berhubungan
dengan remaja dan tidak pada kebutuhan mereka secara keseluruhan. Fokus projek
untuk tahun 2004 - 2005 adalah untuk mendukung pengembangan lebih lanjut dari
rencana pembangunan remaja nasional dan daerah dan pelaksanaannya, termasuk
kebutuhan koordinasi antara para mitra, akses dan mutu dari jasa kesehatan yang
ramah remaja dalam konteks pendekatan yang lebih "ramah publik" dan
akses bagi remaja ke informasi yang dapat diandalkan dan relevan yang mana
remaja dapat mendasarkan keputusannya.
Sasaran
:
Menyusun
pedoman perencanaan dan teknis, terutama bagi tingkat daerah, untuk memperbaiki
kesehatan remaja berdasarkan Rencana Kesehatan Remaja Nasional.
2.2.2 Program Kesehatan
Anak dan Remaja 2
Pokok Persoalan dan Tantangan :
Pokok Persoalan dan Tantangan :
Diperlukan penggabungan dari pendekatan IMCI kini yang terbatas
dengan kebutuhan keseluruhan dari semua anak-anak ( sakit dan sehat ).
Diperlukan juga untuk mencari cara-cara untuk mengurangi angka kematian bayi
dan anak nasional dengan menargetkan daerah-daerah dimana angka ini paling tinggi
dan dengan menargetkan kematian bayi bersama dengan program kesehatan lainnya
seperti kesehatan ibu.
Fokus dari rencana kerja tahun 2004 - 2005 akan menjadi tantangan
untuk mengembangkan strategi daerah keseluruhan untuk kesehatan anak sesuai
dengan kebijakan kesehatan anak nasional. Pelaksanaan dari intervensi kesehatan
anak yang luas dan terpadu, perbaikan alat-alat yang ada dan pengembangan
alat-alat untuk membantu mengubah fokus pada anak yang sakit ke kesehatan
keseluruhan dari anak.
Ini akan dicapai dengan mengikuti dasar - dasar dari pendekatan IMCI
( peranan dari tingkat keluarga / masyarakat, meningkatkan ketrampilan pekerja
kesehatan dan sistem kesehatan yang dibutuhkan untuk kesehatan anak ) termasuk
isu penting akan gizi, terutama pemberian ASI, sampai dengan pasal-pasal yang
relevan dari Convention of Rights of the Child ( CRC / Konvensi Hak-Hak Anak ).
Selain itu, projek ini juga akan berupaya untuk memetakan dan membantu
daerah-daerah dimana intervensi kesehatan anak memiliki dampak yang paling
besar pada kematian anak.
Sasaran
:
Pendekatan yang lebih luas terhadap kesehatan anak sesuai dengan
CRC, terutama pada tingkat daerah, termasuk ketiga komponen dari IMCI, periode
neonatal dan isu-isu gizi seperti pemberian ASI. Sasaran ini, meskipun dibawah
Sasaran Global Kesehatan Anak dan Remaja juga akan berkontribusi secara besar
pada Sasaran Global Kesehatan Anak dan Remaja ( CRC ), (kesehatan bayi) dan NUT
( kurang gizi / gizi).
2.2.3 Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
ReproduksiPokok Persoalan dan Tantangan :
WHO memperkirakan kesehatan reproduksi yang buruk berjumlah 33% dari
jumlah total beban penyakit pada wanita dibandingkan dengan 12,3% pada pria
pada usia yang sama. Setiap tahunnya sekitar 4.500.000 wanita melahirkan di Indonesia dan
sekitar 15.000 mengalami komplikasi yang menyebabkan kematian. Jumlah kematian
bayi dapat diperkirakan sekitar 120.000. Dari riset yang berbeda - beda
dilaporkan bahwa kurang gizi dan anemia, fertilitas dan kehamilan remaja dengan
risiko-risiko yang berhubungan, meningkatnya insiden penyakit yang menular
melalui hubungan seks dan HIV / AIDS, malaria dalam kehamilan dan komplikasi
aborsi adalah isu-isu yang patut dipelajari lebih lanjut untuk lebih dimengerti
implikasinya dan kontribusinya terhadap tingginya AKI dan AKB di Indonesia.
Di beberapa propinsi ( seperti Maluku Utara, Timor Barat, Sumatera
Barat ), insiden malaria dalam kehamilan dan malaria bawaan sangat tinggi dan
ada kebutuhan yang mendesak untuk menyuarakan kebijakan dan rencana pembangunan.
Dengan jumlah tinggi SB yang dilaporkan di beberapa propinsi seperti
di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Timur maka harus diketahui informasi
lebih banyak lagi tentang kemungkinan penyebab IUD, syphilis adalah salah
satunya dan kebijakan yang berhubungan dengan penyakit yang menular melalui
hubungan seks / HIV harus menjadi langkah berikutnya.
Rendahnya angka kelahiran yang dibantu oleh personel yang terampil
adalah salah satu tantangan dari sistem pelayanan ibu dan bayi yang telah
meletakkan ribuan bidan di desa-desa di Indonesia . Untuk mengerti apa yang
menghalangi wanita dari jangkauan personel yang terampil memerlukan
penyelidikan yang tepat agar dapat menyelesaikan masalah dari akarnya.
Langkah pertama untuk mencapai keikutsertaan politik adalah untuk
meyakinkan para pembuat kebijakan dengan data yang jelas bahwa tindakan yang
tepat harus diambil.
Sasaran
:
Dukungan teknis yang disediakan untuk DepKes untuk pengembangan
kebijakan dan rencana untuk mencegah malaria dalam kehamilan dan malaria
bawaan, penularan vertikal HIV dan syphilis dalam kehamilan dan untuk membentuk
beberapa riset prioritas dalam wilayah MPS dan dalam menerapkan standar yang
berdasarkan bukti dan kebijakan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan
ibu dan bayi.
2.2.4 Program Peningkatan Kehamilan Yang Lebih
SehatPokok Persoalan dan Tantangan:
Peningkatan kesehatan ibu dan bayi di Indonesia adalah salah satu
komitmen DepKes melalui penerapan Rencana Pengurangan Angka Kematian dan
Kesakitan Ibu dan Bayi. Setelah Indonesia
telah membuat investasi yang penting dalam pembangunan prasarana yang mendasar
dan sumber daya manusia untuk penghantaran Pelayanan Kesehatan Utama,
indikator-indikatornya belum memperlihatkan hasil positif yang diharapkan.
Meskipun adanya kemajuan di antara indikator-indikator sosial ekonomi, Angka
Kematian Ibu dan Bayi masih tinggi dengan perkiraan sekitar 334 kematian per
100.000 kelahiran yang hidup - Metode Sisterhood 1997 dan Angka Kematian Bayi
adalah 25 / 1000.
Indikator yang menunjukkan masalah yang harus dihadapi: meskipun
kunjungan antenatal yang pertama menjangkau 90% dari ibu hamil, hanya 60%
kelahiran dilakukan oleh personel yang terampil. Hingga kini, penerimaan, akses
dan penggunaan perawatan darurat yang dasar dan lengkap bergantung pada
jangkauan ekonomi, perilaku, sosial, budaya dan kemampuan dan pengetahuan dari
wanita dan pria untuk memutuskan jika dan dimana untuk mencari pelayanan.
Penyebab ini dapat berasal dari berbagai batasan finansiil sampai dengan
kurangnya kepastian dalam pelayanan yang memperlihatkan kebutuhan akan
perbaikan yang besar karena referensi waktu dalam situasi darurat masih menjadi
isu di banyak daerah, perawatan perinatal tidak menanggapi persyaratan kualitas
dan masih rendahnya pengertian akan pentingnya persiapan kelahiran: situasi
yang meningkatkan risiko yang berhubungan dengan kematian dan kesakitan ibu dan
perinatal.
Pengalaman dari kemungkinan dan kesinambungan dari pengawasan yang
teratur, bertumbuh dan mendukung dan sampai tingkat pelayanan yang berbeda-beda
telah memperlihatkan penerapan yang sulit dan dengan hasil yang buruk, atau
tidak ada hasilnya. Pengawasan adalah kegiatan yang mahal, ini memerlukan
orang-orang yang terlatih dengan baik dan penuh pengabdian, ini harus bersifat
teratur, ini harus memberikan tanggapan, ini harus menghasilkan sesuatu dan
tindakan yang diharapkan untuk diambil oleh kedua belah pihak pengawas dan
diawasi. Pendekatan-pendekatan yang berbeda telah dicoba untuk memperbaiki
pengelolaan dan kualitas perawatan klinis; salah satunya menekankan kapasitas
dari personel kesehatan untuk belajar dari kesalahan dan keterbatasannya.
Dengan menggunakan pengalaman yang diperoleh dari negara-negara lain dan untuk
meningkatkan pengertian setempat dan penggunaan yang tepat dari audit AKI dan
AKB ada kebutuhan untuk tindak lanjut yang lebih baik dari penggunaannya.
Penerapannya yang tepat adalah langkah pertama bagi staf kesehatan untuk
menjadi aktor dan bertanggung jawab dari perbaikannya sendiri dan untuk
menyokong dan memberikan anjuran ke pengelola untuk perubahan-perubahan yang
akan memperbaiki pelayanan ke klien.
Konsep perbaikan yang sama dari pelayanan melalui pengawasan dan
evaluasi diri sendiri dan tim tetap berada di belakang pendukung dari
penyelenggaraan "Sistem Kinerja Klinis dan Pengelolaan", sebagai alat
yang perlu diperbaiki dan ditetapkan kembali jika ingin diperkenalkan ke dalam
skala yang lebih besar di propinsi dan daerah yang lain dan dalam pelatihan
pra-pelayanan.
Kebijakan Nasional menyatakan bahwa: semua kelahiran harus dibantu
oleh staf kesehatan yang terlatih. Sedangkan selama periode transisi kemitraan
antara TBA dan bidan desa sangat dianjurkan. Setelah dikeluarkannya Permenkes
no. 900 otoritas hukum dari seorang bidan dalam membantu kelahiran yang
komplikasi menjadi lebih luas dan untuk tahun 2010 semua bidan desa harus
dilengkapi dan dilatih untuk membantu kelahiran yang komplikasi dan harus mampu
untuk melakukan resusitasi dan merawat bayi yang baru lahir dengan tepat.
Banyaknya seminar dalam pelayanan yang diselenggarakan dan yang sedang berjalan
di dalam negeri nampaknya tidak ada dampak pada kualitas perawatan obstetrik
sampai kini dan pastinya tidak memperlihatkan kontribusi menuju penurunan AKI
dan AKB. Untuk berkontribusi secara bermakna dalam perbaikan kualitas pelayanan
yang berkelanjutan dan berkesinambungan, suatu keputusan yang penting harus
dibuat: intervensi yang jangka panjang, permanen dan terkoordinasi harus
diprioritaskan untuk mencapai perbaikan yang lebih baik dan tahan lama di dalam
kualitas pelayanan yang ditawarkan kepada ibu hamil dan bayi mereka. Keputusan
ini tidak menjadi mudah karena beberapa alasan, namun perbaikan dari pelatihan
pra-pelayanan telah memperlihatkan di banyak negara untuk menjadi opsi yang
benar. Suatu pelatihan pra-pelayanan yang baik kualitasnya dapat diperoleh
hanya dengan mengikuti langkah-langkah yang tepat yang dimulai dengan
pengembangan koordinasi yang dekat di antara departemen-departemen yang berbeda
yang bertanggung jawab akan pendidikan staf Kesehatan Ibu dan Anak.
Hasil yang positif akan keluar dari intervensi yang berbeda-beda,
kurikulum yang diperbaharui dan disusun untuk memenuhi kebutuhan negeri,
deontologis yang serius, pelatihan teori dan praktik bagi guru-guru bidan,
pelatihan teori dan praktik bagi murid-murid jurusan kebidanan, kriteria
pemilihan yang seleksi untuk diterima di Sekolah. Sekolah Kebidanan harus
memiliki standar kelembagaan sekolah, tempat pelatihan harus menjadi tempat
dimana beban pekerjaan cukup dan perawatan dengan kualitas terbaik dapat
diperlihatkan dan diajarkan. Tanggung jawab dari para pembuat kebijakan dan
para ahli teknis adalah besar, yaitu mengambil keputusan yang benar adalah
tantangan yang besar dan karena model standar harus disusun kembali, beberapa
lembaga pemerintah harus didukung untuk memulai dan menerapkan model tersebut
di dalam kurun waktu dua tahun yang akan datang. Sekolah Kebidanan yang
sekarang ada berjumlah 117 ( 46 milik DepKes, 58 swasta, 12 milik pemerintah
setempat, 1 milik Angkatan Darat ) adalah tugas besar yang harus diperhatikan
dan diawasi kualitasnya dengan tepat, pastinya dengan sekolah baru yang harus
diakreditasi, dengan ini intervensi suara dalam bidang ini adalah harus.
Sasaran:
Membantu
DepKes untuk menyediakan dan untuk memperkuat kapasitas kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan bayi di tingkat pusat, propinsi dan daerah, dalam pendidikan
kebidanan pra-pelayanan dan memperkuat koordinasi di dalam organisasi
professional DepKes dan mitranya untuk perencanaan MPS, menerapkan pengawasan
dan evaluasi.
2.2.5
Program HIV/AIDS
Pokok
Persoalan dan Tantangan:
Seperti yang telah diidentifikasikan di dalam kerangka kerja
strategis WHO SEAR, meskipun dengan upaya-upaya yang sedang berjalan, ini masih
mengalami banyak tantangan. Ini termasuk, disamping yang lainnya, meningkatnya
intervensi pencegahan yang berhasil, meningkatkan kesadaran akan HIV/AIDS dalam
masyarakat, mengatasi beberapa rintangan terbesar yang menghalangi tanggapan
yang efektif seperti penyangkalan, menyalahkan, kepuasan dan aib, dan
menyediakan jasa konseling dan tes dengan sukarela, dan juga perawatan dan
bantuan bagi mereka yang sudah terinfeksi.
Sasaran:
- Menyediakan dukungan teknis untuk pencegahan penularan secara seksual dari HIV dengan meningkatkan pencegahan dan perawatan dari penyakit yang menular melalui hubungan seksual.
- Menyediakan dukungan teknis untuk pencegahan penularan HIV melalui darah dengan mencegah HIV di antara para pengguna jarum suntik narkoba; dan menjamin praktik penyuntikan yang aman di lingkungan pelayanan kesehatan ( termasuk perlindungan bagi pekerja kesehatan ).
Menyediakan
dukungan teknis untuk memperkuat perawatan dan bantuan yang lengkap termasuk
VCT ; perawatan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan HIV / AIDS ; dan
memperbaiki akses terhadap ART. ( World Health Organization )
DAFTRA PUSTAKA
- http://www.depkesri.go.id/programkerja/kesehatankeluargadanmasyarakat/2008
- http://www.worldhealthorganization.com/indonesianhealthprogram/2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar